Cacing Raksasa sepanjang 1.8 meter ditemukan di di Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong Aceh Utara, Selasa (24/4/2012). (PROHABA/IBRAHIM ACHMAD)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Riftia pachyptila, yang umum dikenal sebagai cacing tabung raksasa, adalah sebuah hewan invertebrata laut yang berada pada filum Annelida (sebelumnya dikelompokkan pada filum Pogonophora dan Vestimentifera).[1] R. pachyptila menjadi satu-satunya anggota pada genus Riftia.[2] Cacing ini berkerabat dengan cacing tabung yang umum ditemukan di zona pelagik dan zona intertidal. Selain itu, cacing ini dapat ditemukan pada dasar Samudera Pasifik didekat ventilasi hidrotermal. Ventilasi tersebut memberi suhu sekeliling alami di lingkungannya, yang berkisar antara 2 hingga 30 °C.[3] Cacing tabung raksasa dapat mentolerir tingkat hidrogen sulfida tinggi, dan dapat tumbuh hingga 3 meter panjangnya,[4] dengan diameter tabung 4 cm.
Nama umumnya, "cacing tabung raksasa", juga merujuk kepada spesies terbesar hidup dari cacing kapal, Kuphus polythalamius, yang sebenarnya merupakan sebuah moluska bivalvia.
Cacing ini mendapat nutrisi melalui simbiosis kemoautotrof dengan koloni bakteri yang mereka simpan dalam tubuhnya.
Seorang nelayan di Taiwan menemukan seekor cacing hijau raksasa dengan tali merah muda yang terjuntai keluar dari kepalanya. Hasil rekaman temuannya ini membuat heboh dunia maya.
Setelah diteliti oleh ahli invertebrata dari Smithsonian’s Natural Histroy Museum, cacing itu berhasil diidentifikasi sebagai Lineus fuscoviridis, salah satu spesies cacing pita yang berhabitat di perairan tropis.
Cacing dalam kelompok Lineus ini dikenal dengan ukurannya yang besar hingga bisa mencapai dua meter. Mereka tinggal di laut dalam, sehingga dijuluki sebagai the devil worm.
Dalam video yang menampilkan rupa cacing Lineus di atas, terlihat organ tubuh berwarna merah muda yang menjuntai keluar dari tubuh si cacing. Organ mirip lidah itu berfungsi untuk menangkap mangsa. Tak jarang cacing itu meracuni mangsanya terlebih dulu untuk memudahkannya menyantapnya.
Antara Gajah, Hutan, dan Kehidupan yang Perlu Diselamatkan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria Islandia mengaku berhasil merekam penampakan seekor cacing raksasa, yang disebut-sebut sebagai binatang legenda rakyat Islandia, Lagarfljots.
Hjortur Kjerulf, pria itu, mengatakan dirinya mengabadikan penampakan Lagarfljots, di sungai Jokulsa i Fljotsdal, Islandia, pekan lalu. Kala itu Hjortur yang tengah menyorotkan kamera videonya dari ketinggian.
Ia melihat sosok binatang menyerupai cacing dalam ukuran besar tengah merayap melewati bongkahan es yang menutupi sungai Jokulsa i Fljotsdal. Cacing itu nampak berenang meliak-liuk, menuju Danau Lagarfljot.
Namun, sejumlah pakar telematika yang mengomentari rekaman video Hjortur, mengatakan kemungkinan objek yang direkam oleh Hjortur merupakan jaring tua yang menjadi beku di sungai, sehingga tampak seperti ular berenang.
Legenda Lagarfljots, adalah cerita rakyat yang berkembang di antara rakyat Islandia secara turun menurun sejak tahun 1345. Legenda itu menceritakan Lagrlojots, awalnya merupakan cacing biasa.
Namun cacing itu akhirnya berevolusi menjadi cacing raksasa setelah, dilemparkan ke dalam sebuah danau oleh seorang wanita yang marah ketika gagal untuk membuat cincin emasnya bertambah
Cacing itu bertumbuh menjadi cacing raksasa, setelah terpengaruh cincin emas wanita itu yang dilemparkan bersama-sama dengannya.
Jauh sebelum kemunculan manusia modern, Bumi ini ternyata pernah dikuasai oleh cacing raksasa. Makhluk karnivora ini merupakan penguasa paling awal dari kerajaan hewan purba ini.
Lebih dari 518 juta tahun yang lalu, makhluk dengan panjang sekitar 30cm ini merupakan salah satu hewan perenang terbesar yang pernah ada. Rahangnya yang relatif besar, antenanya yang panjang, dan siripnya yang beriak menjadikannya musuh yang tangguh.
Sebuah tim ilmuwan internasional, yang dipimpin oleh para ahli di Korea Polar Research Institute (KPRI), telah secara resmi memberi nama spesies baru tersebut Timorebestia koprii. Kata pertamanya 'binatang teror' dalam bahasa Latin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Timorebestia adalah raksasa pada masanya dan berada di puncak rantai makanan," kata ilmuwan Bumi Jakob Vinther dari Bristol University, dikutip dari Science Alert.
"Hal ini membuatnya sama pentingnya dengan beberapa karnivora utama di lautan modern, seperti hiu dan anjing laut pada periode Kambrium," sambungnya.
Penemuan spesies ini didasarkan pada 13 fosil yang ditemukan di Greenland Utara. Dalam sistem pencernaan beberapa fosil, peneliti menemukan bukti adanya makanan. Secara khusus, artropoda bivalvia, disebut Isoxys.
Saat ini, kerabat Timorbestia yang masih hidup dikenal sebagai cacing panah, dan ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan banyak hewan lain yang berenang di lautan. Namun demikian, cacing ini masih menjadi predator penting dalam jaring makanan modern, dengan memangsa mangsa dasar seperti zooplankton.
Fosil nenek moyang cacing panah dapat ditelusuri hingga 538 juta tahun yang lalu. Fosil tersebut beberapa juta tahun lebih tua dari fosil artropoda purba yang diketahui, seperti serangga, laba-laba, atau krustasea.
"Cacing panah, dan Timorebestia yang lebih primitif, merupakan predator yang berenang," jelas Vinther.
"Oleh karena itu, kami dapat menduga bahwa kemungkinan besar mereka adalah predator yang mendominasi lautan sebelum artropoda berkembang biak. Mungkin mereka memiliki dinasti sekitar 10-15 juta tahun sebelum mereka digantikan oleh kelompok lain yang lebih sukses," jelasnya.
Ini bukan satu-satunya predator pada saat itu yang tersingkir dari tahta ekologis mereka. Diversifikasi kehidupan secara evolusioner yang pesat selama periode Ledakan Kambrium mengubah jaring makanan secara dramatis.
Beberapa ilmuwan menduga bahwa zaman 'dunia cacing' menjadi titik balik yang kritis ini. Dalam artikel tahun 2016, para ahli berpendapat bahwa terobosan evolusioner yang dicapai oleh cacing air purba, termasuk strategi, perilaku, dan fisiologi baru, meningkatkan keanekaragaman ekosistem laut dan pada akhirnya menandai berakhirnya zaman Prakambrium.
Timorebestia, misalnya, mungkin merupakan langkah evolusi penting dalam perkembangan rahang internal di kalangan predator. Cacing panah purba, meskipun berkerabat dekat dengan Timorebestia, menangkap mangsanya bukan dengan mulutnya tetapi dengan bulu luarnya.
"Selama serangkaian ekspedisi ke Sirius Passet yang sangat terpencil di wilayah terjauh Greenland Utara, kami telah mengumpulkan beragam organisme baru yang menarik," kata pemimpin ekspedisi lapangan Tae Yoon Park dari KPRI.
"Kami memiliki lebih banyak temuan menarik untuk dibagikan di tahun-tahun mendatang yang akan membantu menunjukkan bagaimana ekosistem hewan paling awal terlihat dan berevolusi," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di detikInet dengan judul Bumi Pernah Dikuasai Cacing Predator Raksasa
©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.